Jakarta - Indonesia belakangan dihebohkan dengan isu penyadapan dari Australia. Imbasnya, hacker yang mengaku tergabung dalam kelompok Anonymous Indonesia pun menyerbu ratusan website Australia sebagai bentuk protes.
Dilaporkan oleh The Guardian, lebih dari 200 website dengan domain berakhiran .au mengalami deface. Aksi permak situs ini ternyata tidak mendapat balasan dari kubu hacker Australia. Malah sebaliknya, hacker Australia pun konon ikut membantu serangan ini sebagai bentuk protes terhadap pemerintahannya.
Apa yang dilakukan oleh para hacker ini memang tak bisa serta merta dibenarkan. Namun menurut pengamatan praktisi internet, hal semacam itu lumrah terjadi di dunia maya. Apalagi kalau sudah menyangkut urusan patriotisme bangsa.
Heru Nugroho, mantan Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), ternyata ikut membela aksi para hacker ini. Sebagai praktisi internet, ia mengaku punya pandangan lain.
"Para hacker itu nggak bisa disalahin. Itulah bentuk ekspresi mereka atas kebanggaan terhadap bangsanya. Mereka sekadar berekspresi, terlepas urusan benar atau salah," begitu kata Heru dalam perbincangan dengan detikINET, Minggu (10/11/2013).
Seperti diberitakan sebelumnya, aksi pembobolan oleh para hacker Indonesia tersebut dilatarbelakangi dugaan bahwa pemerintah Australia ikut berperan dalam aksi mata-mata terhadap Indonesia.
Dalam dokumen yang dibocorkan oleh Edward Snowden, agen Amerika Serikat yang membelot, pemerintah Amerika Serikat dilaporkan memimpin aksi spionase pada Indonesia. Salah satunya dengan memanfaatkan kedutaan besar Australia di Jakarta.
"Pokoknya, kita harus angkat topi sama hacker Indonesia yang berani nyerang situs government Aussie sebagai tindak protes terhadap penyadapan yang terjadi ke pejabat berbagai negara, termasuk pejabat Indonesia. Tapi jangan sampai, mereka nyerang situs komersial dan publik yang lain," Heru mengingatkan.
Isu soal penyadapan Australia juga diperkuat oleh sejumlah pemberitaan internasional. Termasuk yang dikabarkan oleh situs harian The Australian. Dalam situs tersebut diberitakan juga, pemerintah Australia ikut menyadap satelit Palapa milik Indonesia. Satelit ini dimiliki oleh Indosat yang 65% sahamnya dikuasai Ooredoo dari Qatar.
Sayangnya, di situs itu tak disebutkan tipe satelit Palapa yang disadap mengingat Indosat memiliki satelit Palapa C-2 dan Palapa D. Palapa C-2 sudah habis nilai ekonomisnya, sementara Palapa D masih beroperasi secara ekonomis dan fungsional.
Pihak yang diduga menyadap adalah Australian Signals Directorate (ASD), salah satu direktorat di Kementerian Pertahanan Australia yang bertanggung jawab atas signals intelligence (SIGNIT). Informasi mengenai penyadapan satelit ini diungkap Des Ball, professor dari Australian National University's Strategic and Defence Studies Centre.
Sebelum mencuat soal penyadapan satelit Palapa, surat kabar Australia Sidney Morning Herald pada 29 Oktober 2013 juga mengabarkan adanya penyadapan yang dilakukan pemerintah AS terhadap pemerintah Indonesia. Bukan hanya Jakarta, AS juga disebut-sebut menyadap semua negara di Asia Tenggara lainnya.
Informasi yang berasal dari Edward Snowden intelijen AS itu menyebutkan cara penyadapan selama ini melalui Singapore Telecom (SingTel), operator telekomunikasi milik Pemerintah Singapura yang juga menguasai 35% saham Telkomsel.
SingTel kabarnya memanfaatkan kabel serat optik bawah laut yang menghubungkan Asia, Timur Tengah dan Eropa (SEA-ME-WE) untuk melakukan penyadapan ke Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya. SEA-ME-WE-3 merupakan kabel serat optik telekomunikasi bawah laut yang selesai pada tahun 2000 dengan panjang 39.000 km.
Praktik penyadapan yang dilakukan untuk memanen data dari email, pesan instan, telepon password dan sebagainya, dilakukan dari lalu lintas data melalui kabel serat optik bawah laut berkode sandi TEMPORA ini disebut-sebut sudah berjalan hingga 15 tahunan.TEMPORA merupakan program intersepsi yang dimotori Inggris melalui Government Communications Headquarters (GCHQ).
Tak hanya itu, Snowden juga mengungkapkan National Security Agency (NSA) Amerika Serikat telah menyusup ke dalam perusahaan telekomunikasi besar di China dan raksasa internet, Pacnet. Perusahaan ini tadinya sempat dilirik oleh Telkom untuk diakuisisi, namun akhirnya batal.
Referensi : detik.com
Dilaporkan oleh The Guardian, lebih dari 200 website dengan domain berakhiran .au mengalami deface. Aksi permak situs ini ternyata tidak mendapat balasan dari kubu hacker Australia. Malah sebaliknya, hacker Australia pun konon ikut membantu serangan ini sebagai bentuk protes terhadap pemerintahannya.
Apa yang dilakukan oleh para hacker ini memang tak bisa serta merta dibenarkan. Namun menurut pengamatan praktisi internet, hal semacam itu lumrah terjadi di dunia maya. Apalagi kalau sudah menyangkut urusan patriotisme bangsa.
Heru Nugroho, mantan Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), ternyata ikut membela aksi para hacker ini. Sebagai praktisi internet, ia mengaku punya pandangan lain.
"Para hacker itu nggak bisa disalahin. Itulah bentuk ekspresi mereka atas kebanggaan terhadap bangsanya. Mereka sekadar berekspresi, terlepas urusan benar atau salah," begitu kata Heru dalam perbincangan dengan detikINET, Minggu (10/11/2013).
Seperti diberitakan sebelumnya, aksi pembobolan oleh para hacker Indonesia tersebut dilatarbelakangi dugaan bahwa pemerintah Australia ikut berperan dalam aksi mata-mata terhadap Indonesia.
Dalam dokumen yang dibocorkan oleh Edward Snowden, agen Amerika Serikat yang membelot, pemerintah Amerika Serikat dilaporkan memimpin aksi spionase pada Indonesia. Salah satunya dengan memanfaatkan kedutaan besar Australia di Jakarta.
"Pokoknya, kita harus angkat topi sama hacker Indonesia yang berani nyerang situs government Aussie sebagai tindak protes terhadap penyadapan yang terjadi ke pejabat berbagai negara, termasuk pejabat Indonesia. Tapi jangan sampai, mereka nyerang situs komersial dan publik yang lain," Heru mengingatkan.
Isu soal penyadapan Australia juga diperkuat oleh sejumlah pemberitaan internasional. Termasuk yang dikabarkan oleh situs harian The Australian. Dalam situs tersebut diberitakan juga, pemerintah Australia ikut menyadap satelit Palapa milik Indonesia. Satelit ini dimiliki oleh Indosat yang 65% sahamnya dikuasai Ooredoo dari Qatar.
Sayangnya, di situs itu tak disebutkan tipe satelit Palapa yang disadap mengingat Indosat memiliki satelit Palapa C-2 dan Palapa D. Palapa C-2 sudah habis nilai ekonomisnya, sementara Palapa D masih beroperasi secara ekonomis dan fungsional.
Pihak yang diduga menyadap adalah Australian Signals Directorate (ASD), salah satu direktorat di Kementerian Pertahanan Australia yang bertanggung jawab atas signals intelligence (SIGNIT). Informasi mengenai penyadapan satelit ini diungkap Des Ball, professor dari Australian National University's Strategic and Defence Studies Centre.
Sebelum mencuat soal penyadapan satelit Palapa, surat kabar Australia Sidney Morning Herald pada 29 Oktober 2013 juga mengabarkan adanya penyadapan yang dilakukan pemerintah AS terhadap pemerintah Indonesia. Bukan hanya Jakarta, AS juga disebut-sebut menyadap semua negara di Asia Tenggara lainnya.
Informasi yang berasal dari Edward Snowden intelijen AS itu menyebutkan cara penyadapan selama ini melalui Singapore Telecom (SingTel), operator telekomunikasi milik Pemerintah Singapura yang juga menguasai 35% saham Telkomsel.
SingTel kabarnya memanfaatkan kabel serat optik bawah laut yang menghubungkan Asia, Timur Tengah dan Eropa (SEA-ME-WE) untuk melakukan penyadapan ke Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya. SEA-ME-WE-3 merupakan kabel serat optik telekomunikasi bawah laut yang selesai pada tahun 2000 dengan panjang 39.000 km.
Praktik penyadapan yang dilakukan untuk memanen data dari email, pesan instan, telepon password dan sebagainya, dilakukan dari lalu lintas data melalui kabel serat optik bawah laut berkode sandi TEMPORA ini disebut-sebut sudah berjalan hingga 15 tahunan.TEMPORA merupakan program intersepsi yang dimotori Inggris melalui Government Communications Headquarters (GCHQ).
Tak hanya itu, Snowden juga mengungkapkan National Security Agency (NSA) Amerika Serikat telah menyusup ke dalam perusahaan telekomunikasi besar di China dan raksasa internet, Pacnet. Perusahaan ini tadinya sempat dilirik oleh Telkom untuk diakuisisi, namun akhirnya batal.
Referensi : detik.com